Jakarta, SAHABATMANCING.COM – Ikan tuna merupakan salah satu hasil tangkapan laut paling berharga. Tidak hanya nilai ekonomisnya yang tinggi, bagi pemancing, ikan ini mampu hadirkan sensasi tarikan menegangkan kala bertarung menggunakan peranti.
Tuna (Thunnus sp) menjadi ikan paling banyak disukai karena struktur dagingnya yang lezat, sehingga bisa dijadikan beragam olahan makanan. Namun tidak hanya dagingnya saja, rupanya tulang ikan tuna juga bisa bermanfaat untuk menyerap limbah logam berat di dalam air.
Tulang ikan tuna yang selama ini lebih banyak dibuang oleh industri pengolahan ikan dan makanan, rupanya bisa dikembangkan sebagai penyerap limbah logam berat.
Dikutip dari laman resmi IPB, inovasi penyerap limbah logam berat ini diberi nama ‘A Logam’. Melalui Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) 2019, tiga mahasiswa Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Avia Sefrianty Hidayat, Muhammad Farhan dan Zulfa Aulia Rahma ini membuat partikel mineral hidroksiapatit.
“A Logam berisi partikel mineral hidroksiapatit yang kami buat dari limbah pengolahan tulang ikan tuna. A Logam dapat mengurangi kandungan logam berat pada air tercemar saat dicelupkan ke dalam air,” jelas Avia selaku ketua PKM.
Proses adsorpsi terjadi saat ion-ion logam berat “terhisap” ke permukaan partikel mineral hidroksiapatit. Avia menyebutkan bahwa timnya mengombinasikan mineral tersebut dengan magnetit yang disintesis dari pasir besi yang dapat diperoleh dengan mudah di banyak pantai-pantai Indonesia.
“Tujuannya adalah untuk meningkatkan tingkat absorpsi dan memudahkan proses pengangkatan partikel peng-adsorpsi (adsorben) setelah diimplementasikan,” lanjut Avia. Sementara ‘A Logam’ memiliki efektifitas yang baik dalam menyerap logam berat seperti timbal (Pb).
Selain itu, dengan mempertimbangkan biaya dan ketersediaan bahan baku, komposit A Logam berpotensi untuk mengangkat lebih banyak logam terlarut per satuan biaya.
Hal ini memungkinkan biaya produksi dan implementasi yang lebih terjangkau juga ramah lingkungan karena menggunakan limbah dan material lokal yaitu limbah tulang ikan tuna dan pemanfaatan pasir besi.
Avia menuturkan, ide pengembangan inovasi ini bermula dari pengalaman dua orang anggota tim yang pernah terkena dampak tidak langsung dari pencemaran logam berat. Ketika makan olahan hasil laut (seafood), mereka mengalami masalah pencernaan yang ternyata itu dapat terjadi akibat konsumsi seafood seperti kerang yang tercemar logam berat.
Menurutnya Avia, pencemaran logam berat yang semakin meningkat tentunya akan mengancam industri perikanan melalui penurunan kelayakan konsumsi berbagai produk boga bahari, seperti ikan dan kerang, yang ditangkap di lepas pantai yang dekat dengan kota-kota besar.
“Pemanfaatan tulang ikan, yang merupakan limbah industri perikanan, untuk menanggulangi masalah dalam industri itu sendiri menawarkan keberlanjutan yang lebih ramah lingkungan,” tutup Avia.