Pesona & Potensi Popping Papua

Pesona & Potensi Popping Papua

Bagikan:

Jayapura, kota yang terletak di bagian paling Timur Indonesia ini merupakan ibukota provinsi Papua. Sebuah kota kecil berpenduduk sekitar 250,000 orang yang akan menjadi gerbang petualangan kami mancing selama 9 hari. Papua merupakan rumah bagi Black Bass New Guinea, ikan yang sulit ditangkap. Regulasi IGFA menyatakan, hanya Blackbass di New Guinea yang bisa masuk rekor. Ikan ini juga ditemukan di Kalimantan dan Borneo namun IGFA tidak mengklasifikasikannya sebagai spesies yang dimaksud.

foto bersama komunitas Tha Chi Gi Fishing Club

Kami beruntung, klub mancing lokal bernama Tha Chi Gi Fishing Club menawarkan bantuan selama trip kami di Papua. Tha Chi Gi berarti ‘Strike’, nama yang membuat kami semakin antusias. Dipimpin oleh ketua klub, Pak Nanang, mereka memberikan bantuan yang luar biasa, meliputi transportasi, perlengkapan dan keamanan. Mempersiapkan trip ini bukanlah perkara mudah sebab persediaan yang harus disiapkan sangatlah banyak.

Saya dan Melvin terbang dari Singapura menuju Jayapura. Untuk bisa ke sini, kami transit 2 kali, di Bali dan Timika baru kemudian turun di Jayapura. Keberangkatan ini menghabiskan waktu hampir 1 hari penuh disebabkan penantian penerbangan yang berbeda- beda. Dengan banyaknya waktu yang tebuang untuk perjalanan kami niatkan untuk memancing semaksimal mungkin, besok.

Sebelum tiba di sini, Pak Nanang menyarankan kami untuk mencoba popping selama trip. Kami pun sependapat, ini kesempatan yang tepat untuk menjajal umpan JDM launch stick baits, Rocket Dive and Ocea Pencil 220mm. Setelah melihat periode fase bulan, rupanya beberapa hari kedepan merupakan fase yang tepat untuk popping. Maka kemudian kami putuskan untuk pemanasan popping dengan berburu Blackbass.

Lepas dari Kota Jayapura, perjalanan ke tempat tujuan memakan waktu 4 jam. Perjalanan ini mengantarkan kami ke pedalaman Papua dan menyempatkan kami untuk mengamati kehidupan lokal. Perbedaan yang sangat kontras bila dibandingkan dengan rimba beton di Singapura, tempat kami berasal. Ada banyak aktifitas cocok taman dan ada bahan-bahan pangan di sepanjang pinggiran jalan. Pengendara mobil harus berhati-hati agar tidak melindasnya.

Setibanya di tempat tujuan, kami disambut oleh kepala kampung, seorang pria kekar yang tidak banyak bicara namun sangat ramah. Kami dihidangkan matoa, buah-buahan khas Papua. Buah yang hanya tumbuh di sini, mirip seperti apel, namun setelah dimakan rasanya seperti Durian. Semua matoa habis kami makan.

Esoknya di pagi hari, kami meluncur menuju tempat peristirahatan untuk beberapa hari kedepan. Setibanya di pulau, kami bergegas dan menyiapkan peralatan tempur. Anak-anak pulau nampak penasaran dengan peralatan keren yang kami bawa. Pasti mereka bingung dengan kami, sekelompok orang asing yang memancing menggunakan tongkat hitam dan plastik yang mirip ikan, berbeda dengan kebiasaan mereka memancing menggunakan jaring dan handline.

Selama kapal berjalan ke spot pertama secara perlahan, kami tak henti-hentinya takjub dengan keindahan alam yang nampak di sepanjang garis pantai. Tempat ini benar-benar dianugerahi dengan sumber daya alam yang luar biasa. Tiba di spot, kami lontarkan umpan baru ‘Ocea Rocket Dive’ ke hamparan laut biru.

Setelah beberapa kali lemparan, ada respon. Geliat rocket dive rupanya menggoda seekor hiu, black tip shark. Hiu merupakan petarung tangguh bahkan yang berukuran kecil (6kg) seperti ini pun cukup meyulitkan pemancing. Hiu tersebut akhirnya takluk, setelah cepat mengambil foto, kami rilis kembali ke air agar ia kembali meneror laut Kini giliran Hariwanli, pemancing asal Jakarta.

hariwanli-dengan-barracudanya
Hariwanli berpose dengan Tenggiri

Ia melontarkan Ocea Head Dip berwarna pink perak. Sebelum berangkat, penduduk lokal memberitahu kami bahwa sedang musim tenggiri, dan benar, Hari (begitu saya menyapanya) mendapat seekor tenggiri sekitar 7kg, ukuran yang lumayan untuk menambah semangat. Kail menancap di ekor Tenggiri, dan kejadian ini terjadi hingga dua kali. Bagi pemancing berpengalaman seperti Hari, tidak sulit menarik ikan dalam kondisi tersebut. Makan malam kami, aman.

Esoknya, kami putuskan untuk mancing di karang-karang. Lokasinya sekitar 1 kilometer dari pantai terdekat dan berada di bawah permukaan laut, meski begitu perubahan elevasi dari kedalaman cukup besar sehingga kita bisa melihat pantai dangkal yang luas. Area ini merupakan spot sempurna untuk Giant Trevally.

GT sering berenang berkelompok di sepanjang titik seperti ini. GT berpatroli di tepian, di karang-karang, mereka akan menerkam mangsa dan melarikannya ke dalam, itulah sebabnya kita sering melihat bekas luka pada badan GT, bekas-bekas luka pertarungan yang sesungguhnya. Kami mulai casting di area yang dangkal dan perlahan memainkan lure di air. Tak lama, kami mendapat strike pertama.

melvin-with-gt
Kini bergantian dengan Melvin yang berpose dengan Giant Trevally (GT)

Hal paling menyenangkan ketika memancing GT ialah mereka mau menyambar lure top water. Terlepas dari besar kecil ikan, sambaran pada popper membuat jantung berdegup kencang. Diujung benang tertancap GT dengan berat 6kg, bukan lawan setimpal bagi joran Ocea Plugger. Tidak memakan waktu lama untuk ditaklukkan, kami ambil foto kemudian mengembalikannya ke laut. Bagi kami, stick bait merupakan lure terbaik untuk popping, mudah di mainkan dan bisa digunakan untuk berbagai situasi. Stick bait Shimano didesain khusus untuk aksi umpan yang menghasilkan jalur gelembung yang aktif, mirip dengan pola berenang ikan yang terluka.

Masih menggunakan stick bait, kami berhasil menaikkan beberapa ekor lagi namun sayang tidak ada ikan di atas 10kg yang menyambut. Cuaca mulai terik, arus mati, sambaran ikan semakin berkurang dan mulai jarang frekuensinya. Seiring lelah yang kian terasa, sangat sulit memancing di situasi seperti ini.

Namun bagi Hari, pemancing dengan jam terbang tinggi, ia terus melontar hingga berhasil menaikkan GT berukuran besar. Selama ini Hari meyakini bahwa satu-satunya cara mendapatkan GT ialah menggunakan umpan model chugger, namun setelah mencoba Ocea Pencil 220mm dan mendapatkan hasil yang bagus, ia pun mengakui bahwa stick bait cukup menyenangkan dan bisa menjadi andalan.

Kami kembali ke pulau selagi terang sebelum senja datang. Meski belum mendaratkan ikan besar namun kami senang dengan banyaknya strike yang kami dapat. Semoga tempat ini tidak akan pernah berubah, dimana penduduk lokalnya tetap mempertahankan metode mancing yang sama. Keaslian ini akan menarik lebih banyak orang untuk datang berkunjung mengeksplorasi segala potensi mancing yang ada. – Lim Ee Tat

Bagikan:
Chat