Bersua Penjaga Segara Donggala

Bersua Penjaga Segara Donggala

Bagikan:

Sebagai gerbang utama lintas Indonesia (ARLINDO) dari Samudera Pasifik menuju Samudera Hindia, Selat Makassar menjadi salah satu koridor alam bagi beragam spesies bawah air yang tengah bermigrasi. Potensi besar terhimpun dalam satu ruang, bak sebuah jalur sirkulasi yang tak pernah habis dilalui oleh kawanan ikan, termasuk keluarga Tuna. Terletak di pantai barat Kabupaten Donggala, terdapat gugusan cantik di perairan Selat Makassar yang kerap ditasbihkan sebagai lumbung kawanan predator. Adalah Pasoso, tempat dimana Tuna Gigi Anjing menjaga kedaulatannya dengan taring tajamnya.

Sebagai negara yang diapit oleh dua lautan samudera besar, Indonesia didapuk sebagai saluran bagi aliran massa air dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia. Dalam sebuah penelitian oseanografi, dijelaskan ada tiga pintu masuk utama massa air dari Samudera Pasifik menuju ke perairan Indonesia dan bermuara ke Samudera Hindia.

Salah satu gerbang utamanya ialah perairan Selat Makassar, tempat dimana gugusan cantik bernama Pasoso menjadi destinasi mancing andalan di Indonesia timur. Kami pun menjadi salah satu grup mancing yang kepincut untuk mencicipi pesona Selat Makassar lewat berburu sang predator kawakan spot Palu, Tuna gigi Anjing.

Memulai langkah dari Bandar Udara Mutiara SiS Al-jufrie pada pukul 08:35 pagi hari. Cuaca cerah menyambut rombongan kami di bumi Tadulako. Sebelum memulai cerita perjalanan trip kali ini, kami mengawali hari dengan wisata kuliner khas kota Palu, yaitu kaledo. Di Jawa kaledo serupa dengan sop buntut atau sop kaki kambing karena berbahan dasar kaki lembu Donggala.

Setelah puas menyantap hidangan lezat khas Donggala, kami baru beranjak menuju Dermaga Pangalasiang untuk menaiki armada KM Anggita yang sudah siap menyambut kami.

Singkatnya pada waktu dini hari, KM Anggita yang kami tumpangi telah sampai di spot pertama kami di sekitar pulau Pasoso. Kami pun langsung beranjak dari lelapnya isitrahat singkat kami selama perjalanan, untuk menyiapkan bala amunisi yang dibutuhkan. Beberapa dari kami mencoba peruntungan dengan memainkan teknik jigging, namun ada juga yang langsung fokus dengan castjig.

Seketika metaljig mulai diturunkan, sesaat itulah kami membayangkan ada banyak sambaran dari kawanan ikan di dasar. Seperti diketahui, perairan Palu khususnya wilayah Pasoso dan Donggala mahsyur dikenal sebagai lumbung monster Dogtooth Tuna. Sudah bertumpuk-tumpuk cerita menjelaskan mengenai tersohornya laut Pasoso, Donggala, Toli-toli dan sekitarnya lewat trip-trip mancing yang menghasilkan rimbunan tangkapan Doggie.

Terhadang Arus Kencang
Namun cerita indah yang kadung dihembuskan banyak pemancing itu tak langsung kami rasakan. Beberapa metaljig berbagai ukuran yang kami celupkan di kedalaman sekitar 70-90 meter tak juga direspon oleh sang monster.

Tak dinyana, meskipun cuaca saat itu cerah berawan, kondisi arus bawah malah menunjukan hal yang sebaliknya. Arus bawah yang berdesir kencang menghanyutkan metaljig kami jauh dari titik dimana kawanan Doggie berkumpul.

Potensi mancing dengan spesies Tuna Gigi Anjing jadi destinasi dan target utama kala mancing di Perairan Barat Sulawesi jika sedang aktif, biasanya pada malam hari, pemancing dapat merasakan lebih dari satu orang strike dalam waktu yang bersamaan.

Tak menyerah dengan arus kencang, kami mulai menyiapkan tenaga untuk menurunkan metaljig ukuran di atas 100-600 gram agar bisa menembus derasnya arus menuju titik potensial. Namun memang berkali-kali pula usaha kami tak berjalan sesuai strategi yang telah kami canangkan karena metaljig keburu terseret arus. Seakan tak ingin pulang dengan tangan hampa, kapten kapal juga berinisiatif untuk terus berpindah titik ke spot-spot lain yang masih di sekitar perairan Pasoso. Selang beberapa saat kami pun kembali menerjunkan metaljig dengan lantunan nada optimis. Akhirnya, usaha kami langsung mendapat respon dari penghuni dasar laut. Strike pertama yang dinanti-nantikan berhasil diunggah oleh Haji Slamet. Tuna Gigi Anjing pertama dalam trip kami kali ini sukses didaratkan dengan bobot sekitar 3 kilogram.

Hasil yang cukup menggembirakan terlebih saat kondisi arus yang memang sangat tak mendukung malam itu. Sejatinya setelah itu kami mendapat beberapa sambaran kembali, namun belum sempat bertatap muka dengan sang predator, pertarungan kami harus berakhir dengan kemenangan bagi kubu lawan.

Pada pagi hari, kami melupakan sejenak hasil yang kurang menggembirakan di malam pertama dengan melipir ke pulau Pasoso. Selain untuk menghindari arus yang tak kunjung membaik, juga untuk meregangkan urat-urat saraf yang tegang, seraya menikmati panorama bahari bumi Tadulako dengan meneguk air kelapa muda.

Setelah puas mengisi energi, kami pun memutuskan untuk kembali menuju peraduan. Pada kesempatan kali ini kami semua mengubah strategi menyerang total dengan menerapkan teknik castjig dan variasi jigging. Pasalnya hingga hari kedua kondisi arus masih belum berubah sehingga memaksa kami untuk tampil total dalam memburu Dogtooth Tuna di air dalam.

Strategi ini pun berbuah manis bagi kami. Adalah atong yang sukses menaklukan Doggie berbobot 11 kilogram dengan teknik vertikal jigging. Sebagian dari kami pun kembali ‘ngebut’ untuk bisa mencicipi sensasi yang baru saja dicecap oleh Atong. Namun kembali memang alam tak bisa diterka begitu saja. Hingga kami juga mulai berpindah-pindah titik mencari spot potensial lainnya.

Pesta Dimulai Di Malam Kedua
Tak terasa waktu menunjukan pukul 21:00 Wib malam saat kami sibuk untuk mencari titik tepat dimana kawanan Tuna Gigi Anjing berkumpul. Sesekali saya dan rekan-rekan juga mencoba peruntungan untuk menarik pikat sang monster untuk menjajal umpan yang kami turunkan. Sampai pada akhirnya Wiwi mendapat respon perdana dari dasar laut. Strike! Wiwi tak menyia-nyiakan kesempatan emasnya untuk bertarung dengan ikan yang menyambar metaljig miliknya.

Tuna Gigi anjing hasil trip pancing yang memiliki bobot yang sama rata.

Kembali Tuna Gigi Anjing berbobot sekitar 8 kg berhasil naik ke atas buritan kapal oleh Wiwi dengan teknik castjig. Tak disangka ternyata strike wiwi menjadi menu pembuka pada parade pesta tuna kami pada malam itu. Karena secara bergantian mulai dari Wiwi, Slamet, rahmat, Percy, Awi, Hari Suparjo, Era, Atong hingga saya terus menerus meladeni pertarungan dengan sang predator.
Dari layar fish finder terlihat memang kawanan Doggie bertumpul tebal mulai dari kedalam 40 – 150 meter. Kami pun memacu intensitas melempar metaljig kami di interval kedalaman tersebut. Hingga kami sangat terlarut dengan pesta Doggie yang mampu memenuhi ruang penyimpanan ikan kami dalam semalam. Kondisi ini sungguh terbayarkan dengan penantian kami selama dua malam untuk bersua dengan kawanan Tuna Gigi Anjing yang mahsyur di perairan Selat Makassar.

Pesta ini pun berakhir seiring fajar menyingsing dari garis cakrawala di ufuk timur. Di hari terakhir, tak banyak ikan yang berhasil kami naikan meski kami sudah kembali di titik yang sama. Hanya sesekali ikan Kurisi Bali dan Ruby Snapper ikut naik ke atas kapal hasil kreasi Wiwi dan Hari Suparjo. Memang hasil dari trip kami tak berjalan sempurna pada setiap malamnya. Namun setidaknya tujuan kami untuk terbang sejauh 1.600 km dari Jakarta terbayar tuntas, yaitu bersua dengan penjaga segara Donggala, Tuna gigi Anjing. –Deni aden

Bagikan:
Chat