Penjelajahan mengarungi kehidupan bawah laut, lalu membingkai indahnya ekosistem di hamparan terumbu, menjadi dasar kecintaan Aishah Gray terhadap dunia bahari. Warna-warni dan eksotisme kehidupan lain di bawah sana hadirkan sensasi tiada dua, membuka mata, lahirkan rasa syukur sebagai manusia. Penyelaman yang sudah digelutinya sejak belia menguatkan mental baja, kala berhadapan dengan dunia.
Peran kedua orang tua yang merupakan instruktur selam, terutama sang ayah, bertanggung jawab atas
apa yang sudah terjadi sejauh ini dalam diri Gray. Banyak dibesarkan di atmosfer bawah laut, ia pun
kini menjadi salah satu penyelam perempuan yang memiliki lisensi selam di Indonesia. “Ketika usiaku
10 tahun, aku sudah mendapatkan diving license. Bukan maksud untuk menyeriusi diving, tapi sedari kecil memang hal utama yang diajarkan selain berjalan adalah berenang di laut,” ucap Gray tersenyum. Perairan di Kepulauan Seribu disebutnya menjadi arena perdana dalam melakukan kegiatan penyelaman.
Di luar itu, alasan mengapa dirinya perlu memiliki lisensi selam adalah untuk mengedukasi diri agar bisa menjadi seorang penyelam yang beretika dan bertanggung jawab. Gray sadar bahwa ia tidak boleh hanya sekadar menikmati keindahan bawah laut saja, tapi juga mesti berupaya menjaganya dengan cara berselam yang baik dan benar.
Ia menyebutkan bahwa menyelam memang mewajibkan para pegiatnya untuk tidak berkontak langsung dengan ekosistem di bawah laut. Para penyelam hanya boleh membuka mata selebar mungkin guna memberikan ruang ketakjuban dalam mengisi rekam cakrawala kepala. Bila dikolerasikan dengan kegiatan mancing, jelas ada kontradiksi pada kegiatan diving.
“Ketika berselam, kamu dilarang untuk memegang ikan ataupun terumbu. Kamu juga bisa melihat spesies- spesies ikan yang unik dan cantik. Berbeda dengan kegiatan mancing, dimana aku dituntut untuk berani memegang ikan, dan aku cukup merasa bersalah pada saat itu,” jelas Gray ketika menceritakan pengalaman pertamanya memancing.
Setelah bertahun-tahun menyelam, timbul kesempatan untuk bisa menikmati dunia bahari dari sisi lain. Kesempatan membawakan program bertema mancing di salah satu stasiun TV swasta pada 2018 menjadi ajang pembuktian bahwa kecintaannya terhadap laut tidak lah berubah.
Hingga kini, Gray menemukan petualangannya dari sisi yang lain. Pada dasarnya, Gray mengatakan bahwa dirinya merupakan perempuan yang menyukai kegiatan berolahraga. Dengan mancing ini, ia menemukan sebuah olahraga, dimana kegiatannya tidak begitu berjauhan dengan aroma laut, yang tetap menebalkan rasa cintanya terhadap atmosfer bahari. “Bekerja, olahraga dan laut akhirnya menjadi satu,” tambah perempuan yang juga menyukai dunia otomotif itu.
Sang ibu diakui Gray sedikit banyak memberikan pengaruh terhadap kegiatan mancing yang ia gelutinya
saat ini. Beragam peranti pancing kedua orang tua di rumah, sudah sejak lama diketahuinya menjadi alat tempur kala ayah-bunda memancing. Sebuah nilai tambah, karena pengetahuannya itu memberikan
manfaat mengenai informasi beragam teknis ketika ia bertugas menjadi host program mancing.
Tidak ingin setengah hati menggeluti kegiatan mancing, Gray benar-benar memanfaatkan kesempatannya itu dengan banyak belajar mengenai teknis mancing dari para pegiat mancing yang kerap ia temui di berbagai wilayah. Mereka para pemancing itu, diakuinya sangat mendukung upaya Gray untuk tidak hanya sekadar bisa, tapi menguasai mancing secara teknis. Walau didominasi kaum adam, Gray mengaku bahwa derajatnya sebagai perempuan tetap ter-muruah ketika menggeluti kegiatan mancing. Hal-hal sederhana terbukti, dimana ia kerap diistimewakan perihal kebutuhan vital, mandi, toilet bahkan hal keselamatan di tengah laut.
Sikap peduli terhadap alam yang lahir ketika Gray menyelam ke dalam laut, coba ia timbulkan ke permukaan lewat kegiatan memancing. Sensitivitas kepedulian alam dari jiwa seorang penyelam ditularkannya dari diri sendiri kepada para pegiat mancing yang kerap ia temui. Menyelam baginya seolah menjadi satu modal penting untuk menghargai alam.
“Sikap kepedulian terhadap ekosistem laut rasanya sudah tidak bisa dijadikan sebagai wacana saja. Kebersihan lingkungan dari sampah harus dijaga, jangan jadikan laut sebagai tempat dimana sampah berakhir. Mungkin mereka menganggapnya selesai, tapi sebagai penyelam, aku juga kerap menemukan sampah menghiasi keburukan dalam laut,” ujar Gray. Secara tegas, ia tidak ingin efek buruk dari sampah merenggut kenikmatan hobi memancing. Sehingga tidak ada lagi keluhan atau prosa tentang
berkurangnya potensi perikanan di suatu spot. Sebab ia meyakini bahwa hulu dari semua itu ada pada tangan manusia. Pernah suatu ketika ia dibuat sedih karena kedapatan melihat oknum masyarakat yang sengaja membuang sampah ke laut.
Karakter pantang menyerah memang sudah melekat pada diri Gray. Ketika orang-orang hanya bisa melihat kemudahan memancing dari layar kaca, Gray menepis itu. Ia mengaku rela menunggu berjam-jam lamanya, terbunuh matahari serta melakukan berbagai upaya untuk bisa mendapatkan ikan. Namun kepuasan justru membangkitkan geloranya dalam menepis rasa lelah. Mengunjungi spot terbaik, mendapatkan ikan-ikan besar kemudian kembali menyelam selepasnya memancing menjadi
satu pencapaian yang ingin sekali diraihnya. Keindahan Pulau Kisar di Maluku Barat Daya sudah masuk ke dalam daftar jelajah selanjutnya.
Dengan dua kegiatan yang selaras ini, Gray ingin mengajak para pemuda untuk lebih meningkatkan kepedulian mereka terhadap alam. Sorot mata tajam paras ayu perempuan indo ini seolah meyakinkan bahwa kegiatan mancing bisa dilakukan oleh siapapun. Gray, adalah simbol perempuan yang punya perspektif. Memandang mancing dari peranti, juga dari perut bahari. –RICO P.