Menteri Susi Kembali Galakkan Pelarangan Cantrang

Menteri Susi Kembali Galakkan Pelarangan Cantrang

Bagikan:

Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti kembali menggalakkan pelarangan penggunaan alat tangkap ikan menggunakan cantrang dalam penangkapan ikan di laut Indonesia. Pelarangan tersebut dikarenakan sifat penggunaan cantrang yang menyentuh dasar laut dapat merusak ekosistem bawah laut.

Jaring Cantrang (kkp.go.id)

Menurut Susi, dampak yang ditimbulkan dari penggunaan cantrang ini berpotensi mengganggu dan merusak ekosistem sub-strat tempat tumbuhnya organisme atau jasad renik yang menjadi makanan ikan, sehingga menyebabkan produktivitas dasar perairan berkurang. Selain itu, cantrang juga dapat menjaring berbagai jenis ikan dengan berbagai ukuran yang tidak sesuai dengan prinsip keberlanjutan kelautan dan perikanan Indonesia.

“Kita menyetujui bahwa cantrang itu cara beroperasinya itu menggaruk dasar laut. Itu merusak. Sebenarnya, banyak yang sudah beralih. Cantrang ini umumnya bukan dipakai nelayan (kecil) lagi, tetapi sudah saudagar besar. Tapi banyak juga mereka (saudagar besar) yang memakai gillnet dan purse seine. Jadi, pelarangan cantrang ini bukan akhir segalanya,” jelas Susi Pudjiastuti dikutip dari kkp.go.id (29/4).

Susi juga menjelaskan alasan kenapa kapal cantrang tidak boleh beroperasi lagi. “Jaringnya cantrang Pantai Utara Jawa (Pantura) yang 6 kilometer saja, sweeping-nya itu bisa mencapai 280 hektar,” tambahnya. Oleh karena itu, ketimbang mencari cara untuk melegalkan sesuatu yang jelas-jelas merusak seperti cantrang, Susi menyarankan agar nelayan mempersiapkan diri untuk beralih ke alat tangkap yang tidak merusak.

Larangan penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI), telah diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 tahun 2015. Beberapa jenis alat tangkap yang dilarang di antaranya pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine trawls), di mana cantrang termasuk dalam kategori trawls.

Hal Yang Ditunggu Nelayan

Tanggapan positif juga disampaikan oleh Nanang, Ketua Pokmaswas Jinxking yang berlokasi di Desa Bondo, Jepara, Jawa Tengah. “Setuju sekali dengan pelarangan tersebut, itu (larangan pemakaian cantrang) juga yang ditunggu-tunggu nelayan di daerah kami,” katanya saat dihubungi melalui pesan singkat, Sabtu (29/4).

Nanang mengatakan, sudah banyak keluhan dari nelayan setempat mengenai tindakan pelaku yang menggunakan cantrang ini. Diantaranya, jaring nelayan yang  tersangkut karena jalur tangkap yang letaknya terlalu pinggir, rusaknya terumbu karang dan banyaknya ikan-ikan kecil yang ikut terjaring. Selain itu, juga mempengaruhi hasil tangkapan ikan yang didapat nelayan setempat.

“Biasanya dia (pengguna alat tangkap cantrang) nunggu kabar kalau nelayan kecil pada dapat ikan di langsung merangsek, yang seharusnya itu bisa kita nikmati bersama nelayan kecil dengan waktu yang lama kalau sudah kedatangan cantrang paling 1-2 malam sudah habis,” ujarnya. Nanang menyebutkan potensi ikan yang biasa didapat di Jepara Utara antara lain spesies Tongkol, Tenggiri, Cumi, Bawal, Kerapu, dan lain-lain.

Menurutnya, pelaku tersebut rata-rata berasal dari pendatang dan biasa melakukannya di pertengahan PLTU Tanjung Jati B Jepara dengan menggunakan kapal berukuran 10 Gross Ton (GT) ke atas, dan jumlah banyaknya kapal tergantung musim ikannya. “(Pelakunya) dari daerah Juana, Rembang, Kragan, Jepara Kota. Tapi yang (dari) Jepara cuma sedikit,” imbuh Nanang.

Nanang pun berharap dengan adanya pelarangan dari Kementrian Kelautan dan Perikanan ini dapat menghentikan tindakan dari pelaku-pelaku tersebut. “Dihentikan (penggunaan cantrang) dan dikasih arahan (pelakunya) untuk memakai alat yang ramah lingkungan demi keberlanjutan (ekosistem laut),” tutupnya. – LP.

 

Bagikan:

Leo Permana

Author

Chat