Koloni GT Gosong Pasir

Koloni GT Gosong Pasir

Bagikan:

Wilayah koloni giant trevally di prerairan Selat sunda menjadi arena pacu adrenalin pemancing saat berhadpan dengan fonomena frenzy di permukaan laut. Kemahiran kapten kapal dalam mengatur arah mesti seimbang dengan gerakan agresif ikan, segala jenis lure dilempar dengan harap ada sambaran dari kekacauan yang dibuat predator kala memburu mangsa.

Kontur Perairan di Selatan Lampung berupa gosong menyimpan banyak potensi. Gosong Karang adalah rumah bagi lebih dari 2000 jenis ikan, 5000 jenis moluska, 700 jenis karang dan berbagai jenis kepiting, landak laut, bintang laut, ketimun laut (teripang) dan berbagai kelompok cacing, yang tak terhitung jumlahnya.

Sudah jelas bahwa ekosistem ini jadi lokasi rantai makanan bawah laut terbaik. Fauna besar memakan yang lebih kecil, hingga fauna besar itu kembali jadi santapan predator-predator air asin. Hal ini tentu membawa gelora mancing dalam negeri semakin euforia untuk bisa merasakan strike. Mengingat Indonesia memiliki luas wilayah perairan lebih besar dengan segala potensi yang terkandung di dalamnya.

Strike di Cuaca Buruk
Spot di sekitar Gosong Pasir menjadi lokasi idaman para pemancing yang kerap melakukan eksplorasi mancing ke perairan Lampung, salah satunya Kaipang FC. Komunitas mancing asal Semarang, Jawa Tengah tersebut menjadikan perairan Lampung yang terkenal itu sebagai arena pacuan strike dengan target ikan-ikan predator.

Walaupun cuaca sedang buruk tak menghalangi tim untuk mencoba strike.

Perjalanan menuju spot dari dermaga TPI Lempasing, Teluk betung menghadirkan nuansa syahdu dari temaram cahaya bulan malam itu. Alunan gelombang samudera menari-nari, terbelah laju Kapal Motor (KM) Berdikari 9 yang tim tumpangi. Terlebih hembusan angin menghantar lelah menuju pembaringan sebelum kapal tiba di spot pertama.

Ketika malam perlahan menyingsing, kapal perlahan mencoba menurunkan jangkar di sebuah titik lokasi mancing. Dartim, sang kapten kapal menangkap sinyal keberadaan ikan di spot ini dari layar fishfinder. Kami mempersiapkan alat pancing masing-masing dan menurunkan umpan.

Teknik dasaran, jigging maupun castjig terus kami terapkan dengan harapan- ada sambaran dari dasar laut. Namun
hasil belum juga terlihat, angin kencang yang membuat ombak mengalun tinggi memang bukan kondisi mancing yang nyaman. Kapten Dartim pun menjalankan kapal untuk berlindung dari ombak dan mencari spot lainnya.

Badai kembali menaungi kami setelah cuaca sempat membaik sebentar. Walau begitu di spot kedua, intensitas strike lebih meyakinkan dari sebelumnya. Ikan-ikan satu persatu naik ke atas geladak kapal dari hasil teknik dasaran, jigging, castjig hingga popping yang dilakukan para pemancing. Kendala lain selain cuaca buruk adalah tiadanya arus laut, membuat ikan tak punya selera makan.

Menjelang siang, beberapa spesies ikan seperti Giant Trevally, Mata Belo, Salem dari hasil popping hingga Hiu yang didapat Reynold dengan teknik dasaran mewarnai perolehan awal. Khusus untuk Hiu- langsung dilepas kembali karena spesies ini termasuk yang dilindungi.

Frenzy
Makan siang di Tengah Samudra memang mantap. Menu makanan khas Berdikari 9 jadi asupan penting sebelum kami kembali melawan agresifitas ikan. Memanfaatkan sela istirahat, Setyo mencoba menerapkan teknik jigging. Usahanya membuahkan asil usai seekor Kurisi menyambar metal jig-nya hingga ikan menyerah dan berhasil dinaikkan ke atas kapal.

Ikan Kuwe (Giant Trevally) menjadi spesies yang kerap ditemui di kawasan Perairan Selat Sunda hingga di bagian selatan. Mayoritas spesies Kuwe mendiami perairan dengan kontur berupa karang-karang dangkal, tubiran pulau, pinggir tebing batu, gunung Laut maupun bagunan pengeboran lepas pantai.

Sebelumnya Nugroho dari sisi belakang kapal dengan teknik dasaran sukses menaikkan seekor GT. Sementara Sutomo serta pemancing asal Jepang, Ichira juga tak mau kalah menunjukkan tajinya setelah keduanya juga memperoleh ikan tanpa sisik itu.

Kapten Dartim berinisiatif angkat jangkar dan melakukan drifting kapal berharap menemui segerombolan ikan entah itu GT atau Tongkol yang sedang frenzy. Asyik menikmati drifting, tiba-tiba kapten mematikan mesin kapal. Rupanya sekelompok GT melakukan frenzy meluluhkan ikan-ikan kecil di permukaan. Umpan dilempar mendekati titik koloni tersebut dengan harapan ada sambaran. Spoon milik Coendrio akhirnya disambar dengan jelas. Tarik menarik pun terjadi hingga mengharuskan dirinya berjibaku selama 20 menit. Seekor GT pun sukses diangkat ke atas kapal dibaengi rekspresi bangga dari seluruh tim.

Ikan- ikan yang berhasil dinaikkan ke atas kapal oleh tim Kaipang FC

Agresifitas predator lain juga dirasakan Johannes yang nampak sibuk menaklukkan perlawanan ikan dari atas kapal BD 9. Karena terlalu sulit dan kuat, strike pun diambil alih oleh Andy di geladak belakang. Empat puluh menit lebih akhirnya ikan sukses ditaklukkan. Perlawanan dari seekor GT berbobot sekitar 26 kilogram cukup menguras tenaga.

Namun bukan hanya GT, spesies lain seperti Tuna Gigi Anjing (Dogtooth Tuna) juga menjadi perolehan kami yang didapat oleh Hondi dan Qiston. Dalam cuaca yang kurang mendukung itu, dimana angin dari Selatan terus berkecamuk, kapten membawa kapal untuk berlindung ke arah teluk.

Umpan konceran menggunakan ikan Tongkol jadi senjata andalan. Mulanya kami sedang istirahat dan meletakkan joran di sisi kapal. Tiba-tiba ril berdering kencang tanda umpan disambar ikan. Amin Maulani mengambil alih hingga pertarungannya dengan ikan berlangsung 25 menit. Setelah mendekati kapal, terlihat seekor GT sekitar 15 kilogram kembali sukses didapatkan.

Selesai Amin Maulani fight, strike kembali terjadi. Umpan konceran yang lain dilahap ikan hingga membuat joran melengkung. Seketika Andy berinisiatif meladeni fight dengan ikan. Segenap tenaganya coba ia keluarkan sambil memainkan irama gulung gagang ril. Perolehan GT rupanya jadi bukti bahwa potensi di sana masih baik. Bobot 15 kilogram sepertinya hasil yang bagus. –Setyo

Bagikan:
Chat